
Skandal terwujud dalam rupa-rupa manipulasi. Ada pegawai negeri yang sudah meninggal, tetapi nomor induk pegawainya tidak dihapus sehingga negara tetap membayar gajinya. Demikian pula dengan yang pensiun. Ada lagi pegawai negeri yang memiliki beberapa NIP dengan menggunakan identitas ganda. Ia tercatat sebagai pegawai negeri di departemen yang satu dengan nama A, tetapi juga terdaftar sebagai PNS di departemen lain lagi dengan nama B.
Juga ada pegawai negeri sipil yang gajinya tetap dibayar, tetapi tidak pernah masuk kantor. Rimba masalah itu sebagian terbesar terkonsentrasi di dua departemen: Departemen Pendidikan dan Departemen Agama. Artinya sebagian besar menyangkut kesemrawutan administrasi guru.
Tidak bisa dibayangkan skandal administrasi telah mengeruk uang negara selama bertahun-tahun. Bila satu bulan pemerintah membayar gaji fiktif sebanyak Rp227 miliar, berarti dalam setahun negara kehilangan Rp2.724 triliun. Bila skandal itu berlangsung lebih dari 10 tahun, misalnya, bisa dibayangkan betapa negara dirongrong korupsi sistemik seperti ini.
Penjarahan uang negara ternyata berlangsung marak di berbagai sektor. Tinggal bagaimana kejelian untuk menemukannya. Kita tidak mengerti mengapa BPK yang mengaudit keuangan negara setiap tahun tidak menemukan skandal yang amat memalukan itu.
Terbongkarnya skandal kepegawaian negara itu semakin menguatkan desakan betapa pentingnya reformasi birokrasi. Reformasi itu tidak hanya menyangkut sistem administrasi kepegawaian, tetapi juga mentalitas. Mengapa? Karena sebagai alat negara yang bekerja 24 jam, birokrasi tidak bisa dijiwai semangat korupsi. Salah satu kekalahan Indonesia dari negara-negara lain adalah tidak berfungsinya birokrasi sebagai penggerak mesin pemerintahan.
Departemen Pendidikan dan Departemen Agama, dua institusi yang sangat vital, ternyata menjadi ladang skandal kepegawaian itu. Alangkah sedihnya.
Perang terhadap korupsi tidak hanya terwujud dalam penangkapan dan pemenjaraan. Korupsi tidak bisa hanya diperangi dengan paradigma yudisial semata. Salah satu yang sangat diabaikan setiap rezim di negara ini adalah reformasi birokrasi berupa tertib administrasi.
Di negara kita hampir setiap dokumen bisa dipalsukan, dari KTP hingga salinan putusan pengadilan. Dari surat nikah sampai paspor. Dari IMB sampai sertifikat tanah. Inilah negeri tempat semua dokumen bisa asli, tetapi pada saat bersamaan semua dokumen bisa palsu alias aspal.
Tidak mengherankan jika di negara dengan sistem administrasi yang amburadul terjadi keamburadulan di setiap sektor kehidupan. Salah satu basis peradaban modern terletak pada administrasi yang tertib. Tertib administrasi bahkan sangat ampuh dijadikan sebagai pintu masuk ke perang melawan korupsi.
sumber media-indonesia

semestinya pemeritah lebih tegas menangani permasalahan ini, jangan sampai rakyat marah karena selalu ditipu. Pajak yang mereka setor hasilnya tidak jelas karena pembangunan tetap saja tersendat - sendat dan biaya hidup terus saja naik.
No comments:
Post a Comment